Jumat, 02 Januari 2015

NASIONALISME UNGGUL: BUKAN HANYA SLOGAN

Kumpulan ide dan kutipan inspiratif  DR. DINO PATTI DJALAL
untuk generasi indonesia abad ke-21 'Let's light up indonesia'





  •  Saya tidak setuju kalau ada orang yang mengatakan bahwa masalah kita sekarang adalah masalah menipisnya nasionalisme. Kita manusia nasionalis, dalam arti kita semua mencintai indonesia dan bangga menjadi orang indonesia. masalahnya, nasionalisme macam apa yang kita anut? Nasionalisme itu macam-macam; tidak hanya satu bentuk. Ada nasionalisme sempit, ultra-nasionalisme, nasionalisme sesat, nasionalisme eksklusif. Dan ada juga nasionalisme yang moderat, yang inklusif, yang adaptif, yang terbuka, yang pluralis dan yang kreatif ketimbang destruktif - saya sebut tipe ini 'nasionalisme unggul'. saya yakin seyakin-yakinnya, bangsa kita hanya bisa menjadi bangsa yang maju di abad ke-21 kalau kita menganut nasionalisme unggul.




  •  Tantangan utama birokrasi kita adalah mereka yang tergolong 'the best and brightest' masih ragu masuk pemerintahan. Mereka masih menjauh karena maraknya korupsi, mobilitas karir yang kurang jelas, lemahnya insentif dan ragu apakah bisa menyesuaikan dengan budaya korporat pemerintah yang cenderung kaku. Mereka belum sreg dengan budaya birokrasi kita. Yang selalu saya katakan kepada mereka: 'Anda benar, tapi anda hanya bisa mengubah semua ini dari dalam, bukan dari luar'.




  •  Yang paling mahal bagi orang yang masuk politik adalah idealisme. Dari 10 orang idealis yang masuk, setelah 10 tahun mungkin hanya 2 atau 3 yang bisa mempertahankan idealismenya.




  •  Satu masalah besar kita adalah banyak orang yang masuk ke politik atau pemerintahan karena alasan yang salah. Ada yang masuk karena ingin mendapat otot politik untuk melindungi bisnisnya, atau hanya ingin mendapat fasilitas atau ingin mencicipi kekuasaan, atau hanya ingin sekedar kepopuleran. Mereka masuk karena segala alasan namun mengabaikan alasan yang paling hakiki untuk terjun ke dunia politik atau pemerintahan: yakni untuk mengabdi total pada negara, dan menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi.




  •  Saya tidak setuju kalau ada anak muda yang mengatakan 'politik itu kotor', atau 'politik itu jahat'. Itu terlalu simpatis. politik itu bukan kotor. Politik adalah perseteruan abadi antara bersih dan kotor, antara baik dan buruk, antara benar dan salah. Kalau orang-orang yang berniat baik menjauh dari panggung politik, maka panggung politik akan di kuasai oleh mereka yang berhati buruk. Makanya saya sangat mendorong orang-orang yang bersih agar jangan ragu menyerbu panggung politik sehingga politik indonesia di kuasai oleh kebenaran dan kebaikan.




  •  We live in the age of the internet where we can now send a message to any person anywhere in one second. But the shortest distance between any two people is not the e-mail, sms or the handphone. The shortest distance between two people anywhere in the world is a prayer. Your prayer for me connects us and makes us closer than anything else in the world.




  •  Orang banyak berasumsi bahwa di dunia hanya ada satu superpower: Amerika Serikat. Sebenarnya di Abad ke-21, ada satu superpower lagi yang perlu diperhitungkan, yaitu 'pemuda'. Pemuda lah yang menyalakan api reformasi indonesia tahun 1998. Pemuda lah yang menumbangkan rezim-rezim kuat di timur tengah. Pemuda lah yang kini menjadi motor globalisasi, inovasi dan ekonomi kreatif. Pendeknya, pemuda kini telah menjadi superpower yang mengubah peta politik, ekonomi dan sosial dunia.




  •  Penyakit yang perlu kita kikis adalah kegemaran untuk berteori konspirasi. Dalam hal ini memang kita tidak separah di timur tengah atau di amerika latin, namun tetap membebani kemampuan kita untuk mengambil keputusan secara efisien. Teori konspirasi yang berlebihan apalagi kalau dicampur dengan xenophobia mengumpulkan judgement si pembuat keputusan, dan mengarahkan dia pada pilihan opsi kebijakan yang salah.




  •  Dalam bersaing di pentas global, generasi kita sekarang tidak ada lagi alasan untuk selalu menyalahkan masa lalu. Kalau kita disalip bangsa lain di era sekarang, itu akan terjadi kalau kita kurang gigih, kurang tangguh dan tidak siap bersaing - tidak ada lagi ruang untuk mengecam kolonialisme dahulu kala. karena bangsa-bangsa lain seperti tiongkok, korea, india, afrika selatan, turki juga tidak lagi menyanyikan lagu itu.




  •  Dulu sewaktu era Orde Lama dan Orde Baru, bangsa kita hidup dalam suasana otoriterianisme negara. Dalam era reformasi dan demokrasi, otoriterianisme negara dapat di katakan sudah tidak ada lagi, namun sayangnya yang timbul justru otoriterianisme massa, dalam bentuk tampilnya kelompok-kelompok masyarakat yang garang, dogmatis bertindak di luar hukum, dan gemar mengintimidasi masyarakat dan memaksakan pandangannya. Indonesia tidak bisa unggul kalau fenomena ini terus dibiarkan berlanjut.




  •  Potensi bangsa kita ke depan sebenarnya bagus. Tapi masih ada borgol yang mengikat kita. Selama kita masih dililit oleh borgol ini, proyeksi kita kedepan akan terhambat. Borgol apa? Korupsi masih merajalela. Kebodohan dan sikap otoriter masih ada. Ekstrimisme masih ada. Nasionalisme sempit masih ada. Begitu juga xenophobia, kekerdilan berfikir, ketidakmampuan membaca zaman, dan lain-lain. Semua ini adalah borgol=borgol yang masih memperlamban pertumbuhan kita.




  •  Ke depan, indonesia harus dipimpin oleh pemimpin masa depan – a man or women of the future. Ia tidak harus selalu berusia muda – karea ada juga anak muda yang berfikiran kolot – namun yang jelas berapapun usianya, ia harus berfikiran muda.




  •  As we chart the future, we need to avoid the paradox of the 21st century. What do i mean by the paradox? The paradox is the more our wisdom; the more connected we become the more we become distant from one another; the more we acquire technology, the more we lose our soul; the more we have freedom, the more we act like a tyrant; the more we see ahead, the more become shortsighted; the more we become powerful the more we become destructive; the more we are surrounded by opportunities, the more we are driven by fear; the more options we have; the more we make the wrong turns, the more we live plenty, the more of the ine quality.




  •  Tantangan strategis bagi umat islam dewasa ini adalah timbulnya FAULTLINE – garis pemisah – yang semakin kental antara kelompok shiah dan sunni. Ini sedang terjadi di Timur Tengah: di suriah, palestina, lebanon, irak, iran, dan lain-lain. Tantangan bagi bangsa indonesia adalah kita jangan sampai tersesat masuk dalam faultline konflik sunni-shiah ini. Asia Tenggara, khususnya indonesia, harus di bentengi agar umat islam kompak, rukun dan harmonis, dan kalaupun ada perbedaan antar kelompok, tidak meletus dalam aksi kekerasan.




  •  Sifat suka ngambek yang biasanya menjadi bagian dari pergaulan pribadi sehari-hari harus dijauhkan dari diplomasi, yang harus sepenuhnya bersandar pada kepentingan nasional yang riil, bukan emosi sesaat. Yang perlu kita sadari, sulit bagi indonesia untuk disegani di panggung internasional kalau kita dipandang sebagai bangsa yang selalu marah dan mudah tersinggung. Untuk menjadi pemimpin di pentas dunia, kita harus bisa tegas, tapi juga bis luwes, moderat dan kreatif.




  •  The most important currency in the world is not the U.S. Dollar, not the Japanese yen or Chinese yuan or British pound Sterling, not the Indonesian Rupiah. The most important currency is your skill. It is your skill that will determine value and your worth in the job market basically, it will take or break your life.





  •  Ancaman terbesar bagi anak-anak kita adalah mereka menjadi generasi yang lembek - soft generation. Anak-anak kita tidak mempunyai fasilitas yang jauh lebih baik dari kita: televisi, komputer, iPad, handphone, email, mall, dan lain-lain. Tapi kalau kita tidak hati-hati, semua itu bisa berdampak memanjakan mereka dan membuat mereka menjadi malas, kurang fokus dan kurang gigih. Kita sebagai orang tua harus selalu mencermati hal ini.




  •  Penyakit kita yang paling parah adalah ingin sukses tapi tidak bisa lihat orang lain sukses... Kepuasan yang terburuk adalah kepuasan melihat orang lain jatuh, menderita dan gagal.




  •  Anak-anak kita harus ditempa untuk menguasai '21st century skills',  misalnya, multi-tasking, kemampuan digital, kemampuan menganalisa, ilmu logika, networking,  dan penguasaan bahasa. Idealnya, anak kita bisa bahasa indonesia, bahasa daerah, dan bahasa inggris. Lebih ideal lagi, anak kita juga bisa bahasa Asia lain, misalnya bahasa Mandarin serta satu bahasa Eropa - apakah Spanyol, Jerman atau Perancis. Kalau ini semua bisa dikuasai, percayalah, anak-anak kita akan unggul kalau nanti mengadu nasib di lapangan kerja.



  •  Untuk sukses di birokrasi, politik, bisnis dan masyarakat, individualitas akan semakin penting. Figur-figur yang mampu berfikir jernih, mencari solusi yang orisinil akan melesat ke depan. Tampil beda di sini sepenuhnya harus "idea-result driven". Harus tampil beda yang memberi nilai tambah bagi pekerjaan dan membuahkan prestasi, bukan tampil beda sekedar asal beda atau mencari perhatian.




  •  Dari pengalaman saya bergaul dengan diaspora di luar negeri, saya mengambil kesimpulan bahwa nasionalisme tidak selalu di ukur dari paspor, tapi dari isi hati. Banyak orang indonesia yang -karena berbagai alasan- ganti paspor dan menjadi warga negara asing, namun umumnya mereka terus mencintai indonesia dan selalu siap melakukan apapun untuk tanah airnya.




  •  Ada pepatah: 'Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya'. Saya setuju, tapi saya juga ada definisi sendiri: 'Bangsa yang besar adalah bangsa yang setiap generasinya sepanjang masa selalu menelorkan pahlawan-pahlawan baru'.




  •  Kalau di abad ke-20 , yang merubah nasib bangsa indonesia adalah 'revolusi', maka di abad ke-21, yang akan merubah nasib bangsa adalah kata yang mungkin kedengaran hambar namun dampaknya akan sama dahsyatnya, yakni 'regulasi'. Apabila pemerintah dan parlemen bisa menghasilkan regulasi-regulasi pintar dan UU yang inovatif, maka berbagai belenggu produktivitas akan hancur, berbagai masalah bangsa dapat di selesaikan, dan potensi bangsa yang luar biasa akan dapat dijelmakan menjadi prestasi.


  •  Setiap generasi harus lebih progresif dari generasi sebelumnya. Kalau generasi yang baru ternyata lebih ortodox dan kontra-reformis di banding generasi sebelumnya, maka kita harus mengingatkan mereka, 'kalian salah arah! putar balik!'.


  •  Budaya tidak bisa dicuri orang. Budaya itu ada di hati dan kepala kita, mana mungkin bisa di curi? sama seperti bahasa: kalau saya mengajarkan bahasa indonesia pada anda, bahasa itu tidak hilang dari diri saya-tetap ada, justru berkembang. Budaya juga begitu: budaya adalah sesuatu yang di lestarikan turun-temurun, disebarkan pada orang lain, dan diasimiliasikan oleh bangsa lain-hal yang baik untuk perdamaian antar bangsa. Budaya yang kuat adalah budaya yang banyak mempengaruhi budaya-budaya lain. Kita harus senang apabila budaya indonesia menginspirasi dan dipelajari bahkan diadopsi bangsa lain, sepanjang mereka mengakui bahwa budaya berasal dari indonesia. Itu tandanya budaya kita kuat.


  •  Sebagai kepala kantor di KBRI Washington D.C., saya mewajibkan seluruh staf saya untuk mengambil cuti setiap tahunnya. mengapa? karena, setahun penuh mereka memberikan dedikasi terbaik kepada negara. Karenanya, negara juga harus balik mewajibkan mereka untuk membayar hutang pada keluarga. Menurut saya , ini bagian dari modernisasi birokrasi indonesia. Pegawai negeri harus bisa menikmati hidup secara wajar.








  •  Generasi kita sekarang harus berani, sama beraninya dengan pejuang kemerdekaan tahun 1945 dulu. Tapi definisi "keberanian" di era kita sudah banyak berubah. Kini keberanian kita bukan lagi dalam bentuk melawan penjajah dengan bambu runcing, namun keberanian dalam mendorong perubahan, mendobrak dengan cara-cara baru, mengambil resiko, merebut peluang, keberanian berinovasi dan bersaing. Di sini, saya melihat masih ada kantong-kantong masyarakat yang masih belum "berani", padahal keberanian seperti inilah yang menentukan keunggulan indonesia.



  •  Saya mendapat pelajaran pertama dalam politik, bahwa in politics, you deal with real people and real lives. Setiap keputusan mempunyai dampak langsung bagi hidup dan nyawa orang lain. Karena itulah, setiap keputusan harus diambil dengan tanggung jawab yang penuh. Hal ini penting karena seringkali ada akademisi atau birokrat yang menjadi pejabat namun tetap berfikir abstrak dan tidak mempunyai koneksi yang riil terhadap permasalahan atau terhadap orang-orang yang akan merusak dampak dari keputusan mereka.



  •  Birokrasi indonesia di program untuk mencetak keseragaman dan konformitas (uniformity and conformity). Karenanya kreativitas bukan sesuatu yang otomatis dalam sistem birokrasi indonesia.



  • Kalau mau menjadi sukses, tekunlah mencari, membina dan menjaga relasi. Sosok yang suka menyendiri dan bersifat inward-looking akan tenggelam dalam dunianya sendiri namun kelabakan di dunia luar.



  •  Ambisi itu bagus. Dalam birokrasi indonesia, saya banyak mendengar orang mengeluh "hati-hari terhadap si A, dia itu ambisius orangnya". Saya tidak pernah memahami pikiran seperti ini. Seakan-akan "ambisi" adalah suatu hal yang buruk. Dalam memilih anak buah, saya justru mencari figur yang ambisius-yang ingin menjadi yang terbaik, yang ingin mengejar promosi, yang ingin berprestasi, yang bercita-cita menjadi Dubes atau Dirjen. Ambisi adalah sesuatu yang positif, karena membuat orang menjadi focoused, motivated, driven.



  •  Seorang menteri harus bisa membawa angin segar perubahan dalam departemennya, melakukan dobrakan dan menjaga momentum itu. Yang paling parah adalah jikalau seorang menteri, karena kurang pengalaman berorganisasi atau karena lemah kepemimpinannya, tersedot dalam politik kepentingan internal departemen dan menjadi bagian dari masalah.



  •  Banyak yang mengharapkan demokrasi menghasilkan kesejahteraan yang lebih baik, namun menurut saya demokrasi juga harus bisa menghasilkan pemimpin yang lebih baik. Apabila generasi 1945 membebaskan indonesia dari belenggu penjajahan, generasi 1966 dari belenggu komunisme dan generasi 1998 dari belenggu otoriter, generasi indonesia abad ke-21 harus bisa melepaskan indonesia dari segala belenggu yang selama ini mengungkung energi produktif dan kreatif bangsa kita.


  •  Semua bangsa di dunia-tidak peduli bangsa yang sudah ribuan tahun atau baru lahir, besar atau kecil, timur atau barat, kaya atau miskin-semuanya punya energi positif dan energi negatif. Semua bangsa punya energi membangun dan menghancurkan. Kedua energi ini akan selalu ada dalam kehidupan suatu bangsa, dalam takaran dinamika yang selalu berubah-ubah. Energi positif adalah energi yang memancarkan aura sehat dan terang: positivisme, optimisme, idealisme, menghargai pendapat orang lain, altruisme, good governance, gotong royong, politik santun, sikap moderat, sikap inklusif, pluralisme, multikulturalisme, humanisme filantropi, egalitalisme, sikap sportif, toleransi, harmoni dan lainnya.


  •  Ada pepatah inggris, 'You can't beat smoething with nothing.' Orang yang berbuat sesuatu-betapapun kekurangannya-akan selalu lebih maju dari pada orang yang tidak melakukan apa-apa. Orang yang punya sedikit ide akan selalu lebih berhasil daripada orang yang tidak punya ide.


  •  Semua orang bisa pintar berteori, jago berpidato, mahir berkomentar, lihai berdebat dan pandai mencari popularitas. Namun tidak semua orang bisa menyelesaikan konflik, merancang kebijakan, mencari solusi, menangani masalah-masalah negara yang sangat kompleks. Kemampuan menggerakkan massa dan kemampuan menjalankan roda-roda pemerintahan adalah dua hal yang sangat berbeda. Presiden yang baik adalah presiden yang mempunyai kedua kemampuan ini.








  •  Masih ada kalangan yang cenderung melihat tantangan hari ini dengan kacamata 20 tahun lalu. Mereka masih belum paham: kita tidak lagi terpuruk, kita tidak lagi diobok-obok dunia luar (walaupun perbedaan kepentingan akan selalu ada), kita telah kembali menjadi pemain yang dihormati dan diperhitungkan di dunia internasional, dan banyak peluang menunggu kita.



  •  Kepemimpinan yang internasionalis juga harus mempunyai apa yang dinamakan intelektualitas yang efisien (intellectual efficiency). Ini berarti kemampuan untuk mengolah kebijakan secara profesional dan akurat, tanpa dibebani oleh analisa yang mengada-ada (analysis paralysis), sentimen anti-ini dan anti-itu, atau conspiracy theories. Masalah-masalah dalam diplomasi sudah cukup pelik tanpa harus dibebani lagi oleh conspiracy theories yang sekilas tampaknya cerdiknamun hanya menyesatkan kebijakan dari pilihan-pilihan yang rasional.



  •  Saya yakin sekali bahwa kunci dari sukses bangsa indonesia di abad ke-21 adalah nasionalisme yang sehat dan internasionalisme yang mapan. Saya yakin hal ini akan dianut oleh generasi masa depan karena saya percaya bahwa jiwa kita adalah nasionalis sementara naluri kita selalu internasionalis.



  •  Rasa percaya diri yang paling penting adalah percaya diri dalam mengambil sikap dan mengutarakan pandangan. Seorang pemimpin harus 'intellectually macho', punya kejantanan intelektual, yang berarti ia tidak takut dengan argumentasi orang, namun lebih penting lagi, tidak takut dengan argumentasi diri sendiri. Saya sering melihat politisi indonesia yang hebat berdebat di kandang sendiri mengkritik negara lain, namun begitu bertemu lawan bicara dari negara tersebut diam seribu kata.




  •  Salah satu kunci Nasionalisme unggul adalah meritokrasi. Meritokrasi adalah sistem di mana semua insan mempunyai hak dan peluang yang sama untuk bersaing dan untuk maju sesuai kemampuannya masing-masing, terlepas dari status kesukuan, agama, ras, umur, gender, dan kelas ekonominya. Untuk menegakkan meroitokrasi, kita bermental sportif dan bersikap 'fair'-suatu kata yang sebenarnya tidak ada terjemahannya dalam bahasa indonesia.




  •  Untuk menanam dan membangun modal politik di luar negeri, pertanyaan terpenting bukanlah 'what can you do for me?' namun 'what i can do for you?' pemimpin yang bertanya 'what i can do for you?' pada pemimpin negara lain otomatis bermain pada liga yang berbeda dari pemimpin yang selalu hanya bertanya 'what can you do for me?'.



  •  Kalau anda mau melihat contoh suatu ide besar: silahkan melihat kaca. Anda adalah produk dari suatu ide dan inovasi politik yang sangat orisinal. ide itu bernama 'Indonesia', suatu istilah yang baru lahir di pertengahan abad ke-19, lahirnya indonesia-suatu inovasi politik besar-mengubah nasib kita semua, sekaligus mengubah peta politik dunia.






sumber: Buku "Nasionalisme unggul: bukan hanya slogan" jilid 1